Sehari Bersama Keluarga Tahun ini Preschool Arka memutuskan untuk pergi ke Bandung, Saung Angklung Mang Udjo. Arka dan Argi semangat banget, pagi-pagi jam 1/2 5 udah bangun dan mandi. Jam 6 udah berangkat untuk kumpul di sekolah. Disediakan satu bis untuk anak-anak dan satu bis untuk orang tua atau pengantar. Teachernya sempet deg-degkan karena baru kali ini acara Sehari Bersama Keluarga diadakan diluar kota. Saung Angklung Udjo sebetulnya sudah lama ada, tapi entah kenapa Bunda gak jadi terus mau lihat kesana, alhamdulillah berkat acara sekolah mas Arka Bunda sampai juga kesini he..he..he.. (iya laahh malu sama turis-turis, masak orang Indonesia belum pernah kesini, ngetop banget nihh Saung dikalangan expatriat). Sampai di Saung kita dapet sambutan hangat dari penerima tamu, dengan sebuah kalung miniatur angklung yang dililitkan di leher setiap pengunjung, seakan mengikatkan Bunda kembali pada budaya Indonesia khususnya Sunda. Suasana pedesaan yang ditawarkan oleh design arsitektur tradisional khas Sunda dengan tedungan nyiur meneduhkan suasana yang mulai memanas diterpa teriknya mentari Jawa Barat lengkap deh suasana desanya. Teduh banget. Padepokan yang rimbun dengan kebun bambu Wulung (bambu hitam) terletak beberapa ratus meter dari jalan P.H.H. Mustofa ini memiliki satu balairung konser yang cukup untuk 200 lebih penonton, sebuah toko souvenir yang menjual benda-benda seni dari bambu, wayang golek, tempat parkir yang cukup luas dan dikelilingi workshop-workshop pembuatan angklung. Setiap hari pagelaran diselenggarakan pada pukul 15:30 hingga 17:30 diselingi istirahat sekitar 15 menit. Rentetan acara tersebut meliputi beberapa pertunjukan seni yang sebagian besar ditampilkan oleh kurang lebih seratus anak-anak, yang berumur 4 tahun hingga belasan tahun. Dua mojang memandu acara (geulis-geulis euy hi..hi..), selain dengan bahasa pengantar Bahasa Indonesia, juga dengan Bahasa Inggris, serta sedikit sambutan dalam Bahasa Jerman dan Prancis. Pagelaran diawali dengan demonstrasi Wayang Golek, memperkenalkan secara singkat kesenian Wayang Golek terutama dalam hal memainkan wayang menari dan bertarung. Pagelaran Wayang Golek tersendiri membutuhkan waktu berjam-jam semalam suntuk untuk sebuah lakon cerita yang merupakan bagian kecil dari epik besar seperti Mahabharata atau Ramayana. Pagelaran dilanjutkan dengan kesenian tarian tradisional untuk anak yang dikhitan, diarak dengan kursi bambu.
Balairung konser pun penuh dengan anak-anak yang menari dan menyanyi dangan riang, Bunda sampe terharu banget lihat anak-anak itu menari dan nyanyi-nyanyi, kayaknya ceriaaa banget!. Kemudian para remaja melanjutkan acara pagelaran dengan mengenalkan musik Arumba, alunan rumpun bambu di panggung. Arumba sendiri mulai diperkenalkan pada dunia pada tahun 1970-an, dimainkan dalam format band dengan menghasilkan nada-nada yang harmonis yang mengalir. Bravoo!! Tiga mojang cantik berumur 11 tahunan melanjutkan acara, yaitu Tari Topeng dalam dua babak, tanpa topeng sebagai Layang Kumintir dan dengan memakai topeng sebagai samaran dalam melawan Menak Djinggo. Dalam tarian tersebut bisa dirasakan tarian yang lentur dan gemulai yang kemudian berubah menjadi tarian yang gagah perkasa. (anak-anak ada yang takut juga nih lihat topeng merahnya) Acara puncak adalah angklung itu sendiri, menampilkan seratus anak bermain angklung, menyajikan lagu-lagu sederhana dalam format orchestra diiringi Arumba, gitar Bass besar dan kendang yang disusun dan dipukul seperti drum dengan asesoris simbal. Meskipun banyak tingkah kelucuan dari anak-anak tersebut ternyata tak merusak suara angklung, tetap harmonis, tetap mengalir (Dede Argi pun ikutan turun kepanggung, berjoget-joget ha..ha..Setelah puas dengan beberapa lagu penonton dibagi-bagi angklung untuk bermain bersama, anak-anak pun berhamburan ke kursi penonton membagikan angklung. Satu mojang senior pembawa acara memandu penonton memainkan angklung yang kemudian bersama-sama memainkan lagu sederhana, sambil bernyanyi riang. Acara diakhiri dengan pembuatan angklung bersama, wah..wah.. Ayah waktu bagian ini semangat banget nih. Bukannya Arka yang sibuk lilit-lilit talinya malah Ayahnya yang asik.. he..he..he.. Seneng banget deh hari ini...
Balairung konser pun penuh dengan anak-anak yang menari dan menyanyi dangan riang, Bunda sampe terharu banget lihat anak-anak itu menari dan nyanyi-nyanyi, kayaknya ceriaaa banget!. Kemudian para remaja melanjutkan acara pagelaran dengan mengenalkan musik Arumba, alunan rumpun bambu di panggung. Arumba sendiri mulai diperkenalkan pada dunia pada tahun 1970-an, dimainkan dalam format band dengan menghasilkan nada-nada yang harmonis yang mengalir. Bravoo!! Tiga mojang cantik berumur 11 tahunan melanjutkan acara, yaitu Tari Topeng dalam dua babak, tanpa topeng sebagai Layang Kumintir dan dengan memakai topeng sebagai samaran dalam melawan Menak Djinggo. Dalam tarian tersebut bisa dirasakan tarian yang lentur dan gemulai yang kemudian berubah menjadi tarian yang gagah perkasa. (anak-anak ada yang takut juga nih lihat topeng merahnya) Acara puncak adalah angklung itu sendiri, menampilkan seratus anak bermain angklung, menyajikan lagu-lagu sederhana dalam format orchestra diiringi Arumba, gitar Bass besar dan kendang yang disusun dan dipukul seperti drum dengan asesoris simbal. Meskipun banyak tingkah kelucuan dari anak-anak tersebut ternyata tak merusak suara angklung, tetap harmonis, tetap mengalir (Dede Argi pun ikutan turun kepanggung, berjoget-joget ha..ha..Setelah puas dengan beberapa lagu penonton dibagi-bagi angklung untuk bermain bersama, anak-anak pun berhamburan ke kursi penonton membagikan angklung. Satu mojang senior pembawa acara memandu penonton memainkan angklung yang kemudian bersama-sama memainkan lagu sederhana, sambil bernyanyi riang. Acara diakhiri dengan pembuatan angklung bersama, wah..wah.. Ayah waktu bagian ini semangat banget nih. Bukannya Arka yang sibuk lilit-lilit talinya malah Ayahnya yang asik.. he..he..he.. Seneng banget deh hari ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar