Beberapa detik terpana lihat layar computer, terus mulai mengernyitkan kening sambil berfikir : “apa ya prestasiku saat ini”
Perlu beberapa menit sampai akhirnya Bunda tulis ‘Juara 1 lomba menggambar tingkat TK se DKI Jakarta’ trus Bunda kirim ke panitia.
Setelah terkirim Bunda jadi berfikir, kenapa untuk menulis prestasi terasa sulit ya? Kenapa yang di tulis malah prestasi waktu masih TK? Apa Bunda sama sekali tidak berprestasi selama ini?
Akhirnya, sambil mendekor kue pesanan orang jam 11 malam, fikiran Bunda melayang-layang. Kenapa sekarang ini sulit membanggakan prestasi yang pernah di raih, apa mungkin karena standar prestasi sudah bergeser, atau mungkin karena Bunda sekarang terkena penyakit minder?
Pagi ini Bunda baca statusnya tante Lian yang ternyata juga bingung untuk menulis prestasi. Tante Lian ini teman Bunda di PTB yang sama-sama harus isi tentang prestasi untuk kepentingan publisitas. Teman-teman yang lain dengan lancar menulis semua prestasinya. Ada yang berprestasi ikut lomba-lomba, ada yang berprestasi di bidang sosial, ada yang berprestasi di karirnya.. loh, Bunda kok gak berani menulis prestasi yang sudah Bunda dapat selama ini.
Jadi sebetulnya, apa sih prestasi itu? Apakah pencapaian yang luar biasa yang sudah dicapai selama ini. Apa betul begitu?
Dan yang segera terbersit dalam fikiran Bunda adalah “Prestasi, hmm.. kapan ya Bunda pernah dapat piala atau piagam dalam lomba-lomba?” duh, kok ya kayaknya gak pernah. Apa kerja di perusahaan Jepang selama 5 thn lebih bisa di bilang prestasi? Ah, kayaknya nggak juga, banyak yang sampai belasan atau puluhan tahun malah. Apa menyusui sampai 2 thn bisa di bilang prestasi.. kayaknya juga nggak, karena ada yang bisa memberi ASI anak kembar sampai lebih 2 thn, dan ada juga yang member ASI diumur lebih dari 40thn.
Hadooh, jadi bingung. Apa membuat cake dan memberanikan diri jualan itu bisa di sebut prestasi? Kayaknya banyak yang lebih bagus, malah sampai buka bakery, lah… Bundakan hanya bakul kue rumahan saja yang sesekali dapet order.
Semakin lama berfikir semakin Bunda merasa seperti katak dalam tempurung, sepertinya Bunda tidak terlalu 'berprestasi'. Padahal Bunda selama ini sudah sangat berpuas diri, nyaman, bahagia dengan semua pencapaian. Melahirkan anak, berhenti bekerja, mengurus suami, mengurus anak, mengurus rumah dan sekarang mulai mencoba-coba berbisnis kecil-kecilan. Sangat puas.
Tapi, apa itu semua prestasi? Mana pialanya? Mana sertifikatnya? Kata siapa itu prestasi?
Sampai akhirnya, setelah puas bermain-main dengan fikiran didapat kesimpulan bahwa Bunda sedang minder secara psikologis.. hah? Minder? Bunda? Iya, bener minder.
Sebabnya mungkin sepele, karena fikiran tentang prestasi itu masih seperti waktu muda dulu. Waktu prestasi itu diukur dengan jabatan, dengan piala, dengan nilai akademik. Sekarang, sebagai ibu rumah tangga, ukuran prestasi tentu saja tidak bisa seperti itu. Iya kalau Bunda rajin ikut lomba-lomba dan menang, kenyataannya Bunda sudah jarang ikut lomba-lomba. Tidak pernah malah. Bunda terlalu sibuk dengan urusan rumah tangga. Eh, pernah deh ikut lomba tangkep belut dan menjadi juara ke 3 waktu 17-an di Taman Kota ha..ha..ha..
Eniwey, sepertinya Bunda juga terjangkit ‘Penyakit ibu rumah tangga pada umumnya’ yaitu - mengutip kata Bu Winny – profesi sebagai ibu rumah tangga dirasa gak keren, gak membanggakan dan biasa-biasa saja. Dan keberhasilan membuat anak-anak sehat, terawat, lincah, pinter atau membuat rumah terlihat nyaman dan enak ditinggali itu semua dianggap sepele dan bukan prestasi. Di KTP saja ditulis Pekerjaan : Nurut Suami.. laahh.. pelecehan, emang kita gak ada kerjaan apa ikut-ikut suami?
Dan penyakit ini bisa semakin parah bila ibu rumah tangga seperti Bunda mulai melirik-lirik prestasinya teman yang mulai naik jabatan ini dan itu .. hadooohhh.. semakin terpuruk saja. La wong profesi ibu rumah tangga itu gak bakalan naik jabatan, sudah mentok tok di level itu saja.
Tapi, syukur alhamdulillah penyakit kronis itu segera pergi dari fikiran Bunda bersamaan dengan selesainya menghias cake pesanan orang.
Kesimpulannya prestasi seseorang itu gak bisa lagi dilihat dari banyaknya piala yang didapat, banyaknya sertifikat yang dihasilkan atau tingginya jabatan dikantor karena prestasi itu bisa juga berarti keberhasilan untuk bisa berbagi dengan sesama, bisa berguna untuk lingkungan atau bisa membuat hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Akhir kata, sekarang dengan berbangga hati Bunda bisa menulis prestasi untuk diserahkan kepanitia sebagai berikut :
1. Menjadi pemilik Rumah Teladan Se-Komplek taman Kota Bekasi, tahun 2008
2. Memutuskan untuk berhenti bekerja demi menjadi ibu rumah tangga seutuhnya
3. Membuat cerpen dan membacakannya di acara HUT PWP tahun 2010
4. Menjadi pemilik, pengelola, pemegang saham, karyawan dan kurir Vini’s Cakery & Chocolate
Cukup berprestasi bukan? ^^v
Senin, 28 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar